Keluarga Nazareth Sebagai Keluarga Teladan – Ribuan umat Kristiani menghadiri misa hari ini di Gereja Katedral. Tema misa kali ini adalah “Belajar dari keluarga Nazareth, menumbuhkan dan mengembangkan kasih sayang dalam keluarga”.“Kami belajar dari keluarga Nazareth dan bersyukur atas kehadiran Tuhan dalam sejarah umat manusia membawa cinta dan keselamatan,” kata Mgr Ignatius Suharyo dalam pelayanan kepausan yang dipimpinnya.
Keluarga Nazareth Sebagai Keluarga Teladan
dodingtonfamily-Keluarga Nazareth yang terdiri dari Yusuf, Maria dan bayi Yesus selalu membina hubungan dan kepedulian antar anggota keluarga. Masyarakat diharapkan dapat mencontoh dan menerapkannya secara lebih luas di tengah masyarakat.Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Leopoldo Girelli, menghadiri perayaan kepausan tersebut. Dalam kesempatan itu ia menyerukan dikembangkannya toleransi antar umat beragama. “Hak asasi manusia dan kebebasan didasarkan pada martabat manusia. Salah satunya adalah kebebasan beragama,” kata Girelli. Jadi kalau kebebasan ini diingkari maka yang tidak baik adalah harkat dan martabat manusia, lanjutnya.Humas Gereja Paroki Katedral, Taufik Kipot mengatakan, Misa Natal digelar dengan aman di gereja berarsitektur neo-Gotik. “Tidak ada gangguan yang perlu disebutkan,” kata Taufik saat ditemui di sela-sela pameran.
Pertama Ketika Maria menerima kabar baik dari malaikat Gabriel, dia diberitahu bahwa Maria sudah bertunangan dengan Yusuf yang berarti keduanya akan resmi menikah dan hidup bersama dalam waktu dekat. Ketika Kabar Baik diberitakan, mereka belum hidup bersama sebagai suami istri.Maka Maria bertanya kepada malaikat Jibril bagaimana hal ini bisa terjadi karena Maria belum tinggal bersama Yusuf.
Kisah penginjil tentang status “tunangan” Maria dengan Yusuf dan pertanyaan Maria kepada malaikat Gabriel dengan kuat menunjukkan bahwa baik Maria maupun Yusuf tidak mengucapkan kaul kesucian.
Kedua pendapat ini didukung oleh konteks Israel yang pada saat itu sedang menantikan kedatangan Mesias Daud yang dijanjikan Tuhan. Sebagai anggota keluarga Daud, Yusuf mempunyai kesempatan untuk dipilih Tuhan sebagai sarana menggenapi janji Tuhan. Tentu saja mereka tidak mengucapkan kaul kesucian, karena hal itu berarti mereka kehilangan kesempatan menjadi orang tua bagi keturunan Daud yang kelak menjadi Mesias.
Ketiga Gereja mengajarkan bahwa bahkan setelah kelahiran Yesus, Maria masih perawan. Namun, keperawanan Maria tidak didasarkan pada kaul kesucian yang diucapkan Yusuf dan Maria saat itu. Keperawanan Maria merupakan akibat dari sikap Yusuf dan Maria terhadap bayi Yesus dalam kandungan, yaitu setelah Maria dikandung oleh Roh Kudus. Keperawanan Maria merupakan bukti kesucian Maria yaitu keterbukaan dan ketaatannya terhadap kehendak Tuhan.
Keempat Akan terlalu terbatas untuk menganggap hubungan antara pria dan wanita sebagai hubungan yang sederhana, seolah-olah mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara pria dan wanita. tidak ada hubungan sama sekali antara Yusuf dan Maria.antara pria dan wanita. Itu sebabnya mereka bukan keluarga. Banyak suami istri yang karena satu dan lain hal tidak mampu lagi menjaga hubungan suami istri, namun tetap membentuk keluarga yang kokoh dan bahagia.
Keluarga Nazareth
Dilihat dari dimensi tubuh, jiwa dan roh manusia (1 Tesalonika 5:23) kita dapat berasumsi bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan berkembang dalam tiga tingkatan, yaitu psikofisik, psikososial dan rasional-spiritual. Kisah masa muda Yesus dalam Lukas dan Matius menunjukkan bahwa Yusuf dan Maria memang suami-istri (Matius 1:16,20,24; Lukas 2:5). Allahlah yang memberikan Maria dan putranya Yusuf (Matius 1:20). Perintah malaikat dan pelaksanaannya (Matius 1:21,25) mengungkapkan pengakuan Yusuf terhadap anak tersebut.
Kita dapat berasumsi bahwa terdapat rasa saling peduli dan cinta antara Yusuf dan Maria bahkan sebelum kelahiran Yesus, yaitu pada saat mencari rumah (Luk 2:1-6), dan juga setelah kelahiran Yesus. Yesus, yaitu pada masa pengasingan di Mesir (Mat 2:13-15). Yusuf menunjukkan tanggung jawab dan minat dalam melindungi putranya dan ibu anak tersebut (Matius 2:14). Hubungan Yusuf dan Maria benar-benar merupakan kekeluargaan sejati.
Jadi Keluarga Kudus Nazareth benar-benar sebuah keluarga seperti keluarga Kristen pada umumnya. Hubungan antara Yusuf dan Maria mewujudkan hubungan sejati antara pria dan wanita. Oleh karena itu, Keluarga Kudus Nazareth dapat menjadi teladan bagi keluarga kita.
Berkaca Pada Keluarga Kudus Nazareth
Umat Kristen sering kali Ecclesia Domestica, artinya gereja rumah atau gereja rumah. Dengan kata lain, keluarga Kristiani harus menjadi inkarnasi gereja, komunitas hidup beriman kepada Yesus Kristus yang menjunjung tinggi nilai-nilai Injil. Nilai-nilai tersebut terutama adalah cinta dan ketaatan kepada Tuhan dan sesama, serta kerendahan hati. Ketiga pilar tersebut merupakan pilar utama yang menopang keutuhan kehidupan berkeluarga. Keluarga dipanggil untuk menyediakan hal-hal duniawi dan rohani. Inilah yang dapat kita pelajari dari Keluarga Kudus Nazareth, khususnya dari kisah Yesus yang ditemukan di Kuil Lukas. 2:41-52. Maria dan Yusuf, yang pergi ke Yerusalem setiap tahun untuk merayakan Paskah, adalah teladan bagi kita dalam melayani Allah dengan setia dan menaati hukum-hukum-Nya.
Maria dan Yusuf menunjukkan kepada kita pentingnya memupuk iman sejak usia muda. Sejak dini, anak perlu dibiasakan berdoa, beribadah, dan membaca tulisan suci, baik melalui pengajaran di rumah maupun melalui kegiatan masyarakat. Bagaimana dengan pendidikan anak kita? Apakah kita hanya mementingkan pembinaan intelektual dan kurang memperhatikan aspek spiritual dan sosial sehingga anak kita tidak bisa tumbuh utuh dan dicintai Tuhan dan sesama? Pertanyaan-pertanyaan ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk memajukan kehidupan keluarga.
Keluarga Kudus Nazaret Mencerminkan Pelayanan Kreatif
Orang sering kali terkagum-kagum dengan sistem dan cara kerjanya. Memang tidak jarang masyarakat terjerumus dalam pemiskinan dan kesombongan moral yang berlebihan. Anak-anak yang khawatir bahkan lari dari kehidupan orang tuanya. Ayah, ibu dan anak mulai bertindak tanpa bersandar pada nilai-nilai moral yang sebenarnya. Eksekutif yang selalu menuntut ini dan itu tanpa dibarengi dengan pertimbangan rasionalistik. Anggota gereja semakin enggan menghadiri kebaktian gereja, dan sebagainya. Terhadap fakta tersebut, Romo Magnis Suseno, S.J.
Dengan kata lain:Manusia mewujudkan nilai-nilai moral dengan mengabaikan realitas tetapi bertekad untuk bertindak secara moral. Di dunia yang kering, bebas, dan tidak berharga ini, kehendak bebas berkeliaran, terisolasi tanpa substansi, bagaikan bayang-bayang yang menempel pada bayang-bayang.sebuah solipsisme moral yang menyedihkan.
Kami umat Kristiani menyesali krisis yang terjadi baru-baru ini. Berdasarkan kenyataan dan kenyataan tersebut, maka perlu dikaji kembali pedoman dan spiritualitas,kita perlu memanfaatkan kembali hal-hal yang menjadi landasan spiritualitas kita melalui karya pengabdian dan makna hidup. Sehubungan dengan itu, dua hari raya besar dirayakan pada bulan Desember, yaitu perayaan Natal dan Tahun Baru serta pesta Keluarga Kudus Nazareth.
Keluarga merupakan ikatan antara orang tua dan anak. Keluarga dapat diartikan sebagai institusi sosial yang alami. Karena kebutuhan dan keterikatan anak-anaknya, kasih sayang dan usaha alami orang tuanya, serta ikatan darah mereka dengan segala kekerabatan jasmani dan rohani, mereka mampu bersatu dan mengatasi berbagai macam rintangan.
Tujuan dan tugas keluarga ini adalah membesarkan anak dan memenuhi kebutuhan sehari-hari anggotanya. Dapat dikatakan ada tiga fungsi utama keluarga: Pertama, keluarga merupakan unit ekonomi dasar. Sebagai unit ekonomi dasar, keluarga menyediakan kebutuhan sehari-hari masyarakat: pangan, papan, dan sandang. Diharapkan seluruh anggota keluarga terdampak yang dapat menyumbangkan pekerjaan atau pendapatannya untuk menghidupi keluarga akan dilibatkan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Kedua,keluarga merupakan satuan pendidikan dasar. Perkembangan intelektual dan moral manusia sangat bergantung pada pendidikan keluarga. Dalam keluarga, setiap anak menerima pengetahuan dan pemahaman pertama tentang dunia di sekitarnya. Di keluarga inilah mereka pertama kali diajari cinta timbal balik dan tanpa pamrih.Dalam kehidupan berkeluarga ini mereka juga merasakan berbagai nilai kehidupan seperti keadilan, gotong royong, toleransi, kejujuran, keikhlasan, ketekunan dan lain sebagainya.
Pola asuh yang dialami tidak hanya dirasakan oleh anak saja, namun juga mempunyai efek pendidikan bagi orang tua itu sendiri. Orang tua ditantang untuk berusaha semaksimal mungkin mencapai tujuan yang tinggi dan mulia, yaitu keluarga bahagia. Tanggung jawab orang tua merupakan stimulus bagi orang tua itu sendiri, sehingga “anak-anak ikut serta menurut caranya sendiri dalam pengudusan orang tuanya”
Ketiga,keluarga adalah komunitas spiritual dasar manusia. Kehidupan keluarga yang dilandasi cinta, kepercayaan,rasa hormat dan penghargaan dapat menjadi wahana spiritual. Ada sikap berbagi pendapat,keyakinan, nilai dan perilaku, berbagi pengalaman suka dan duka,sukses dan cobaan, keinginan berkomunikasi, persahabatan, keindahan, bermain dan bersantai. Hal-hal tersebut tidak terdapat pada kelompok mana pun kecuali pada orang tua,saudara laki-laki,saudara perempuan, dan sanak saudara. Keluarga memberikan sentuhan pribadi, kehangatan lingkungan manusia, persahabatan dan kasih sayang yang dibutuhkan orang-orang di seluruh dunia. Keluarga merupakan inti keimanan keluarga yang terpanggil untuk mewariskan kepercayaan nenek moyang, memelihara tradisi keagamaan, dan menerjemahkan keyakinan agama ke dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi dan festival ini memberi keluarga rasa persatuan dan identitas keagamaan.
Dalam lingkungan keluarga, Yusuf, Maria dan Yesus mengalami dan merasakan terpuaskannya kebutuhan jasmani dan rohani yang sangat mendalam. Karena asal usulnya masing-masing, mereka diutus untuk bersatu menjadi sebuah keluarga baru dimana mereka dapat memberi dan menerima, membesarkan dan membesarkan. Mereka saling belajar, baik dalam menyelesaikan berbagai macam permasalahan kehidupan maupun dalam meningkatkan perkembangan spiritualnya. Meski memiliki ikatan mental yang kuat, ketiganya tetap menjadi individu yang tidak menyatu dengan kepribadian lain. Setiap orang tetap mempunyai keunikannya masing-masing, manusia yang mandiri dan utuh, serta setiap orang mempunyai perannya masing-masing. Jika dipahami lebih dalam, mereka mempunyai permasalahan yang sama, sehingga memerlukan keterlibatan pribadi dari masing-masing individu.
Kehadiran Keluarga Kudus Nazareth diawali dengan penggambaran sosok Yusuf keturunan Daud yang kemudian mencantumkan silsilah Yesus. Orang yang rendah hati ini berdiri di pagi hari dan pagi hari keselamatan. Dialah yang memberi Yesus perjanjian dengan bangsa Israel menurut hukum Yahudi.Kepribadian Yusuf dipilih oleh Tuhan untuk menjadi ayah kandung Yesus.Pilihan Allah terhadap Yusuf tidak hanya didasarkan pada kebetulan bahwa ia kemudian bertunangan dengan Maria, tetapi juga pada kenyataan bahwa ia mematuhi rencana yang ditetapkan oleh Allah sendiri.